Siapa sih aku
Rini Fardhiah(fardhy_jamapi@yahoo.com)
Lahir di Jakarta, 30 Juli 1981. Lulusan Sekolah Tinggi Bahasa Asing LIA Sastra Jepang, menyukai sastra dan filsafat.
Puisinya dimuat di antologi bersama Antologi Puisi Perempuan Penyair Indonesia 2005, Nubuat Labirin Luka Antologi Puisi Untuk Munir, Antologi Bersama Penyair Perempuan Indonesia Negeri Terluka Surat Putih 3, Antologi Puisi Dian Sastro for President #2 Reloaded, dan dimuat di berbagai media cetak nasional dan lokal serta beredar di jaringan maya (;situs sastra dan milis).
Naskah Skenarionya yang berjudul ILUSI, sebuah skenario film fiksi ilmiah, masuk nominasi dalam Perlombaan Nasional Penulisan Skenario Film Kompetitif 2005 yang diselenggarakan oleh Kementerian Kebudayaan & Pariwisata.
Naskah dramanya yang berjudul Berdiri di Atas Badai masuk nominasi (6 Besar) dalam Perlombaan Nasional Penulisan Naskah Drama Perempuan dalam rangka menyambut Konferensi Internasional Perempuan Penulis Naskah Drama ke-7 di Jakarta (Women Playwrights International Converence)
Dunia terbagi menjadi serpihan-serpihan yang bertaburan. Bisakah kita melihat serpihan itu? Ataukah kita hanya mampu melihat yang tertancap di kulit kita saja?
E-mail: fardhy_jamapi@yahoo.com
|
Chating
DALAM MACET*
Ada suara meraung di telinga
Udara tak lagi tersisa
Hanya deru mesin bercampur igau tak kentara
Mirip bayi merengek di antara payudara bunda
Mesin menggema seolah berkata
Tapi hanya derak yang terbaca
Butir meleleh dari pori yang terbuka
Bahkan pengendara jatuh dari sepeda
Polisi datang bersiaga
Tapi seolah semua tiada perlu dicoba
Semua mulut ingin bicara
Bagai bising dalam gua
Mata nanar enggan menyapa
Siapa lagi yang punya
Berputar berhenti menyalib tanpa norma
Petantang petenteng tanpa melihat muka
Sumpah serapah mencaci menghina
Lagu anak jalanan sia belaka
Tanpa satu tangan pun ulurkan derma
Titik jatuh titik dari kelopak mata
Hanya lambat saja yang diseka
Mati, mati, ia ingin mati katanya
Bocah dekil bunyi perutnya
Bus maju pada akhirnya
Angin menderu lewati jendela
Kaca yang terbuka menampar rasa
Yang tak terlukis tak terkira
Jakarta, 29 Juli 2003
*Penulis terjebak macet selama kurang lebih setengah jam di bilangan Jakarta International Container Terminal Tanjung Priuk seusai menghadiri acaranya bung Sihar Ramses Simatupang di Warung Apresiasi Bulungan pada tgl. 28 Juli 2003, sehingga penulis baru tiba di rumah (Marunda Baru) pukul 1 pagi. Penulis sendiri baru kali itu bertatap muka langsung dengan bung Sihar. Ia seorang yang ramah dan memiliki tutur kata yang baik. Penulis yakin malam itu ia belum mengerahkan semua kemampuannya. Tampaknya konsentrasinya terpecah menjadi dua. Maju terus bung Sihar, kami mendukungmu!
DEMIKIAN SABDA ZARATHUSTRA
Kepada Firdaus yang ketika kumendengar namanya tergambarlah bunga-bunga syurga
Ia bilang padaku pada suatu senja ketika bahkan kelelawar telah keluar dari sarangnya, "Katakan bila kau bertemu Tuhan, aku minta ma'af karena telah menjilati puting adik tiriku!"
Aku balik bertanya padanya, "Dimanakah gerangan aku bisa bertemu Tuhan? Bukankah kata Nietzsche Tuhan telah mati?"
Jawabmu, "Friedrich Nietzsche?! Jangan kau dengarkan dia yang gila itu. Tuhan masih hidup!"
"Tuhan masih hidup? Berarti kelak Ia akan mati? Kau yakin Tuhan ada? Apa yang sedang Ia lakukan sekarang? Memaki orang sepertimu? Orang yang dengan isengnya menjilati puting adik tirinya?
Ataukah Tuhan bermain bola di atas sana dengan para malaikat-Nya?"
Kau tak menjawab, sebab kau sibuk menyedot susu sapi betina itu
24 Juli 2003
|